Miris, Ratusan Perda Terbukti Diskriminatif Terhadap Perempuan

IndonesiaHerald.com, Jakarta - Komnas Perempuan menemukan ratusan peraturan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan. Keberadaan perda-perda tersebut dilaporkan ke Komisi I DPD RI dalam rapat dengar pendapat di kompleks parlemen, Senin (17/10). "Data yang didapat Komnas Perempuan terdapat 421 kebijakan daerah yang diskriminatif. Data tersebut terhitung hingga bulan Agustus lalu. Kami mencermati, peraturan diskriminatif ini terus berkembang," beber Komisioner Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah. Menurutnya, perlakuan diskriminatif itu terjadi karena proses pembuatan kebijakan atau Perda itu tidak melibatkan kaum perempuan. Dia pun berharap Pemda mengkaji ulang regulasi-regulasi tersebut. Kondisi ini, baginya, jelas tidak sesuai dengan semangat reformasi. Seharusnya, di era saat ini, unsur-unsur diskriminatif sudah ditiadakan. Tidak boleh lagi ada aturan yang diskriminatif terhadap golongan tertentu. "Rata-rata kasusnya adalah pembatasan ekspresi terhadap perempuan, pembatasan identitas perempuan, dan memposisikan perempuan tidak setara dengan laki-laki," ujar Yuniyanti. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komite I DPD Fachrul Razi menegaskan fakta yang diungkap Komnas Perempuan sangat berharga sebagai bahan dan masukan terkait implementasi UU Nomor 23/2014 tentang Pemda. Fakta tersebut dapat menghasilkan masukan terkait usaha mendorong kemajuan hak asasi manusia dan hak konstitusi perempuan. "Jika dikaitkan dengan UU Nomor 23/2014 tentang Pemda, suatu regulasi di daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan terdapat diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender. Bahkan, hal itu dapat dibatalkan oleh peraturan yang lebih tinggi. Artinya, Perda yang merugikan dapat dibatalkan oleh peraturan di atasnya," jelasnya. Senator asal Aceh ini menambahkan, Komite I merasa perlu memerhatikan perspektif Komnas Perempuan terkait implementasi UU Pemda oleh daerah-daerah yang mengeluarkan Perda diskriminatif. Pihaknya berjanji akan memfasilitasi ruang dialog antara pemerintah dengan Komnas Perempuan untuk menemukan titik temu. (Sumber: jpnn.com).

IndonesiaHerald.com, Jakarta - Komnas Perempuan menemukan ratusan peraturan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan. Keberadaan perda-perda tersebut dilaporkan ke Komisi I DPD RI dalam rapat dengar pendapat di kompleks parlemen, Senin (17/10).

"Data yang didapat Komnas Perempuan terdapat 421 kebijakan daerah yang diskriminatif. Data tersebut terhitung hingga bulan Agustus lalu. Kami mencermati, peraturan diskriminatif ini terus berkembang," beber Komisioner Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah.

Menurutnya, perlakuan diskriminatif itu terjadi karena proses pembuatan kebijakan atau Perda itu tidak melibatkan kaum perempuan. Dia pun berharap Pemda mengkaji ulang regulasi-regulasi tersebut.

Kondisi ini, baginya, jelas tidak sesuai dengan semangat reformasi. Seharusnya, di era saat ini, unsur-unsur diskriminatif sudah ditiadakan. Tidak boleh lagi ada aturan yang diskriminatif terhadap golongan tertentu.

"Rata-rata kasusnya adalah pembatasan ekspresi terhadap perempuan, pembatasan identitas perempuan, dan memposisikan perempuan tidak setara dengan laki-laki," ujar Yuniyanti.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komite I DPD Fachrul Razi menegaskan fakta yang diungkap Komnas Perempuan sangat berharga sebagai bahan dan masukan terkait implementasi UU Nomor 23/2014 tentang Pemda. 

Fakta tersebut dapat menghasilkan masukan terkait usaha mendorong kemajuan hak asasi manusia dan hak konstitusi perempuan. 

"Jika dikaitkan dengan UU Nomor 23/2014 tentang Pemda, suatu regulasi di daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan terdapat diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender. Bahkan, hal itu dapat dibatalkan oleh peraturan yang lebih tinggi. Artinya, Perda yang merugikan dapat dibatalkan oleh peraturan di atasnya," jelasnya.

Senator asal Aceh ini menambahkan, Komite I merasa perlu memerhatikan perspektif Komnas Perempuan terkait implementasi UU Pemda oleh daerah-daerah yang mengeluarkan Perda diskriminatif. 

Pihaknya berjanji akan memfasilitasi ruang dialog antara pemerintah dengan Komnas Perempuan untuk menemukan titik temu. (Sumber: jpnn.com).


KOMENTAR

Category 6

Name

Berita,465,China,9,Education,18,Entertainment,19,Hari Santri,4,Headlines,79,Health,8,Indonesia,212,Inspirasi,12,Internasional,50,Jakarta,110,Jobs,3,Life Style,6,Nasional,189,News,175,Otomotive,1,Pendidikan,3,Pendidikan Islam,18,Politik,223,Santri,7,Sport,6,Travel,21,Viral,2,World,10,
ltr
item
IndonesiaHerald: Miris, Ratusan Perda Terbukti Diskriminatif Terhadap Perempuan
Miris, Ratusan Perda Terbukti Diskriminatif Terhadap Perempuan
IndonesiaHerald.com, Jakarta - Komnas Perempuan menemukan ratusan peraturan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan. Keberadaan perda-perda tersebut dilaporkan ke Komisi I DPD RI dalam rapat dengar pendapat di kompleks parlemen, Senin (17/10). "Data yang didapat Komnas Perempuan terdapat 421 kebijakan daerah yang diskriminatif. Data tersebut terhitung hingga bulan Agustus lalu. Kami mencermati, peraturan diskriminatif ini terus berkembang," beber Komisioner Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah. Menurutnya, perlakuan diskriminatif itu terjadi karena proses pembuatan kebijakan atau Perda itu tidak melibatkan kaum perempuan. Dia pun berharap Pemda mengkaji ulang regulasi-regulasi tersebut. Kondisi ini, baginya, jelas tidak sesuai dengan semangat reformasi. Seharusnya, di era saat ini, unsur-unsur diskriminatif sudah ditiadakan. Tidak boleh lagi ada aturan yang diskriminatif terhadap golongan tertentu. "Rata-rata kasusnya adalah pembatasan ekspresi terhadap perempuan, pembatasan identitas perempuan, dan memposisikan perempuan tidak setara dengan laki-laki," ujar Yuniyanti. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komite I DPD Fachrul Razi menegaskan fakta yang diungkap Komnas Perempuan sangat berharga sebagai bahan dan masukan terkait implementasi UU Nomor 23/2014 tentang Pemda. Fakta tersebut dapat menghasilkan masukan terkait usaha mendorong kemajuan hak asasi manusia dan hak konstitusi perempuan. "Jika dikaitkan dengan UU Nomor 23/2014 tentang Pemda, suatu regulasi di daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan terdapat diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender. Bahkan, hal itu dapat dibatalkan oleh peraturan yang lebih tinggi. Artinya, Perda yang merugikan dapat dibatalkan oleh peraturan di atasnya," jelasnya. Senator asal Aceh ini menambahkan, Komite I merasa perlu memerhatikan perspektif Komnas Perempuan terkait implementasi UU Pemda oleh daerah-daerah yang mengeluarkan Perda diskriminatif. Pihaknya berjanji akan memfasilitasi ruang dialog antara pemerintah dengan Komnas Perempuan untuk menemukan titik temu. (Sumber: jpnn.com).
IndonesiaHerald
http://heraldindonesia.blogspot.com/2016/10/ratusan-perda-diskrimninatif-perempuan.html
http://heraldindonesia.blogspot.com/
http://heraldindonesia.blogspot.com/
http://heraldindonesia.blogspot.com/2016/10/ratusan-perda-diskrimninatif-perempuan.html
true
7052545917034528745
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Selengkapnya Balas Cancel reply Hapus Oleh Beranda Halaman Postingan View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE CARI ALL POSTS Not found any post match with your request KEMBALI KE BERANDA Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jum'at Sabtu Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy