IndonesiaHerald.com, Jakarta - Hakim konstitusi Patrialis Akbar ditangkap oleh KPK. Merujuk pada jejak Patrialis yang merupakan eks kader partai, diharapkan Presiden Joko Widodo tidak menunjuk politikus sebagai seorang hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
IndonesiaHerald.com,
Jakarta - Hakim konstitusi Patrialis Akbar ditangkap oleh KPK. Merujuk pada
jejak Patrialis yang merupakan eks kader partai, diharapkan Presiden Joko Widodo
tidak menunjuk politikus sebagai seorang hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau jabatan publik lainnya silakan (politikus)
yaitu kalau kita menunjuk dari referensi politik misalnya jabatan menteri atau
jabatan ketua-ketua lembaga, tapi jangan seorang hakim," kata pengamat
hukum tata negara, Refly Harun saat berbincang, Kamis
(26/1/2017).
"Kalau seorang hakim, carilah manusia yang
berkualitas, manusia yang tidak banyak dendamnya, manusia yang independen, yang
betul-betul mencerminkan hidup sebagai orang yang adil," lanjutnya.
Refly mengatakan, ketika mencari sosok hakim konstitusi
sebaiknya tidak dekat dengan arus politik presiden maupun berkaitan dengan
kepentingan presiden. Apabila seorang hakim konstitusi dekat dengan politik
presiden, maka artinya Presiden membangun MK jangka pendek sesuai masa
jabatannya.
"Nanti kalau ada Presiden baru maka dia cari juga
orang yang punya preferensi dengan dirinya, karena itu carilah sosok-sosok yang
terbaik yang integritasnya tidak diragukan, yang independensinya tidak
diragukan dan secara pribadi orang yang selama ini ibarat kata sulit kalau mau
disuap," ujar Refly.
"Misalnya sosok politisi-politisi agak berat
kelihatannya, jangan-jangan upeti, uang-uang thank you itu sudah bagian dari
kehidupan. Sama seperti Ketua DPD Irman Gusman, menganggap uang 100 juta itu
bukan suap tapi oleh-oleh," tambahnya.
Menurutnya, sebaiknya presiden kembali membentuk tim
seleksi (timsel) seperti ketika menunjuk hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna
untuk mencari hakim konstitusi baru. Timsel berfungsi menyeleksi kandidat calon
hakim untuk direkomendasikan pada presiden.
Refly yang menjadi salah satu timsel saat pemilihan Hakim
konstitusi I Dewa Gede Palguna yang adalah seorang dosen dari Universitas
Udayana, Bali. Dia menjadi salah satu dari dua calon hakim berlatarbelakang
akademisi yang dipilih oleh timsel untuk diajukan pada presiden.
"Kalau dia mempraktekkan cara yang kemarin di mana
dia membentuk timsel maka hasilnya kan sangat tergantung timsel dan timsel bisa
mengajukan 2 kali (jumlah calon hakim) dari yang dibutuhkan, misalnya
dibutuhkan satu hakim yang diajukan dua, dan kebetulan kemarin yang diajukan
kan tidak ada politisi tapi akademisi. Kita bekerja se-objektif mungkin dan
kita mencari calon yang terbaik," tutupnya. (detik/surya)
KOMENTAR